Sinau Mbangun BUMDES (3-habis) : Profesionalisme & Profitabilitas Usaha menjadi Goals
Oleh : Catur Agung W *
” Tiga Pilar Pemikiran dalam membangun BUMDES yang saya temu-kenali pasca kelahiran BUMDES : BUMDES menjadi Leading Sector Gerakan Ekonomi Desa, Studi Kelayakan Usaha sebagai Basis Guidance dan Profesionalisme & Profitabilitas (menguntungkan) Usaha menjadi Goals…..”
Beberapa tahun belakangan penulis memantau dan mengawal para penggerak BUMDES di desa dampingan. Ada pengurusnya yang cuma 3 orang, ada yang kemudian bertahan setahun tinggal 1 orang (Direktur saja, bahkan ada yang tinggal Bendaharanya saja) yang aktif mengurusi BUMDES. Ada yang sudah tinggal sebiji pengurusnya berseteru pula dengan Pemerintah Desa dan ada yang (mungkin mayoritas) Pengawas tidak ada yang aktif.
Beragam kondisi dan alasan yang terlontar hingga muncul kondisi pengurus BUMDES yang demikian. Terlepas dari apapun kejadian lemahnya kepengurusan BUMDES, yang kami amati secara mendalam (bukan parsial/sebagian-sebagian) adalah tidak terlepas dari proses perencanaan yang tidak sempurna baik saat membangun positioning BUMDES yang diarahkan sebagai Leading Sector Ekonomi Desa dan tidak dimilikinya Studi Kelayakan Bisnis. Dengan perencanaan yang matang maka akan berimbas pada kualitas pengurus yang harus dipenuhi dengan spesifikasi businessman yang tangguh. Dan sebaliknya, dengan perencanaan yang tidak baik, maka salah satu yang terjadi adalah banyak pengurus BUMDES yang ibaratnya “hidup segan, tapi matipun tak mau”.
Profesional, sebuah kriteria yang wajib disematkan dalam menentukan pola usaha dan model pengurus BUMDES. Jiwa Profesionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Demikian juga dalam menentukan pola usaha dan memilih pengurus BUMDES, pola usaha Profesional harus menjadi ciri khas dalam menjalankan bisnis karena dikejar untuk memperoleh keuntungan. Profesional disini berarti menjalankan bisnis sesuai prosedur bisnis yang baik, akuntabel, aspek keuangan ditata ketat, pengurus mumpuni dan berakhir dengan raihan keuntungan usaha.
Selain pengurus yang mumpuni, seorang profesional di BUMDES harus terhindar dari perilaku koruptif. Berita terbaru, Salah satu BUMN mentereng di negeri ini, PT Waskita Karya terjerat masalah korupsi yang melibatkan tidak tanggung-tanggung yaitu Direktur Utamanya. Dan tidak main-main kerugian negara yang ditimbulkan berdasar audit BPKP adalah sebesar 2,5 Trilliunan1. Perilaku koruptif tersebut pasti berimbas kerugian perusahaan pada akhirnya. Demikian juga dalam bisnis BUMDES, kerugian bahkan kebangkrutan bisa terjadi akibat adanya perilaku koruptif anti-profesional.
“Kontroversi” Boleh/Tidak Penyertaan Modal Desa untuk membayar Gaji dan/Tunjangan Pengelola BUMDES
Berawal dari sedikit keluhan yang sempat kami rekam ketika menanyakan kepada beberapa pengurus & pengawas BUMDES dampingan terkait ketidak-keseriusan dan ketidak-keaktifannya adalah dikarenakan juga minimnya kesejahteraan yang diperoleh mereka. Hal ini sangat tidak baik bagi iklim usaha BUMDES karena kesejahteraan pengurus adalah pilar penting yang akan menjadikan jatuh-tidaknya usaha BUMDES. Mayoritas mengeluhkan “dilarangnya” penggunaan penyertaan modal oleh Pemerintah Desa untuk membayar Gaji dan/ tunjangan mereka. Penulis begitu mendengar hal tersebut langsung sedikit tertawa ringan namun juga berfikir keras karena (saya sebut) “kontroversi” masalah ini terus bergulir dan menurut mereka tanpa ada kejelasan. Mengapa hal itu masih terus terjadi disaat berulangkali kami sebagai pendamping desa sudah menjawabnya dengan arahan untuk membaca kembali semua produk hukum peraturan yang mengatur tentang BUMDES.
Beberapa peraturan yang bisa menjadi rujukan menjawab hal tersebut seharusnya didalami benar-benar dan diyakini, diantaranya :
- UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, di pasal 87-90
- Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2021 tentang BUMDES, di pasal 33, 35 terkait gaji dan tunjangan dan pasal 41-42 terkait penggunaan penyertaan modal
- Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran BUMDES
- Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkatan, Pembinaan Dan Pengembangan, Dan Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama, yang dilampiri juga contoh format Perdes pendirian, AD dan ART yang memuat klausul-klausul terkait gaji, tunjangan dan penyertaan modal
Dari sekian peraturan diatas, ADAKAH pasal yang melarang Penyertaan Modal BUMDES (baik dari Pemerintah dan maupun Pemodal lain) digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan pengelola BUMDES ? jawabnya tidak ada. Memakai istilah hukum yang diutarakan oleh satu pakar hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli, tidak ada sesuatu yang dilarang sampai ada undang-undang ada terlebih dahulu”2. Jadi, klausul pelarangan dalam sebuah peraturan mesti disebut secara tertulis dalam pasal, bukan sekedar menafsirkan. Selain hal diatas, hal yang terlarang juga berlaku dengan adanya kaidah “Pembatasan” (limitation), yaitu apabila ada pasal yang mengatur hal tertentu dengan menyebutkan rincian tertentu, misal ada pasal menyebutkan bahwa “Jenis sumber penghasilan Kepala Desa adalah : a. Penghasilan tetap ; b. Tunjangan Kepala Desa ; c. Tambahan Tunjangan, maka otomatis penghasilan selain jenis disebut diatas menjadi tidak sah diperoleh. Begitulah kaidah hukum yang penulis juga dapatkan saat menimba ilmu di Fakultas Hukum.
Jika kita dalami dari sekian peraturan diatas, utamanya dalam PP Nomor 11 tahun 2021 jelas disana bisa menjawab “kontroversi” tersebut.
Pada pasal 33 disebut bahwa gaji dan tunjangan penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas diatur penjabaran dan perinciannya dalam AD dan/atau ART BUMDES/BUMDESMA (ayat 1). Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kemampuan BUMDES/BUMDESMA bersama serta dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan (ayat 2).
Pada pasal 35 disebut bahwa Pegawai BUMDES/BUMDESMA memperoleh penghasilan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan, tanggung jawab, dan kinerja (ayat 1). Penghasilan pegawai BUMDES/BUMDESMA meliputi : gaji dan/ tunjangan dan manfaat lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan BUMDES/BUMDESMA (ayat 2).
Berikutnya pasal 41 disebutkan bahwa Penyertaan modal Desa dan/ masyarakat Desa dapat dilakukan untuk : modal awal pendirian BUMDES/BUMDESMA (ayat 1) dan/ penambahan modal BUMDES/BUMDESMA (ayat 2).
Ditutup dengan pasal 42 yang menyebutkan Penyertaan modal Desa dan/ masyarakat Desa untuk penambahan modal BUMDES/BUMDESMA digunakan untuk : pengembangan kegiatan Usaha dan/ Unit Usaha BUMDES/BUMDESMA (poin a), penguatan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha (poin b), penugasan Desa kepada BUMDES/BUMDESMA untuk melaksanakan kegiatan tertentu (poin c).
Kaitan dengan pasal 42 ini, terkait penyertaan modal desa dan/ masyarakat desa untuk penambahan modal maka kita harus tarik kembali tentang definisi dan penggunaan modal usaha dalam konteks bisnis. Menurut Kasmir (2006), terdapat beberapa jenis modal yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha, yaitu : Modal investasi dan Modal kerja. Modal investasi digunakan untuk jangka panjang dan dapat digunakan berulang-ulang. Penggunaan utama modal investasi jangka panjang adalah untuk membeli aktiva tetap, seperti tanah, bangunan atau gedung, mesin-mesin, peralatan, kendaraan, serta inventaris lainnya. Sedangkan modal kerja digunakan untuk jangka pendek dan beberapa kali dalam satu proses produksi. Jangka waktu modal kerja biasanya tidak lebih dari satu tahun. Modal kerja digunakan untuk keperluan membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, dan biaya pemeliharaan serta biaya-biaya lainnya3.
Jadi, penggunaan penyertaan modal di pasal 41 yang untuk modal awal pendirian maupun pasal 42 untuk penambahan modal (untuk pengembangan usaha, penguatan modal & peningkatan kapasitas usaha, penugasan desa), didalamnya pasti ada unsur biaya usaha yang timbul. Komponen biaya usaha (termasuk didalamnya gaji dan/tunjangan atau biaya lainnya) yang timbul dari sebuah perhitungan usaha maka sah menjadi teranggarkan dalam keuangan BUMDES dari sumber modal manapun kecuali ada larangan khusus dari sebuah peraturan.
Kesimpulannya, jadi penggunaan penyertaan modal desa sebagai bagian dari kesatuan modal usaha untuk membayarkan Gaji dan/Tunjangan pengelola BUMDES adalah sah dianggarkan karena tidak ada pasal secara eksplisit melarangnya dan juga tidak keluar dari koridor dari fungsi penggunaan modal. Kiranya penjelasan diatas cukup menjawab “kontroversi” yang terjadi. Jadi hemat penulis, kembalilah kepada aturan yang ada, jangan melanggar aturan atau menambah aturan sendiri. Akhiri berpolemik sampai disini.
Permasalahan ini adalah krusial, karena berkaitan dengan pengelola yang akan menjalankan roda bisnis BUMDES. Hak atas gaji dan/ tunjangan mereka harus di fix kan, karena selain sebagai imbal balik atas kinerja juga hal tersebut menjadi komponen kajian dalam SKB. Pemberian gaji dan/ tunjangan yang layak kepada pengelola BUMDES adalah syarat lembaga usaha yang profesional. Percuma kita berbicara jauh BUMDES akan melakukan bisnis bla bla bla, tapi tidak ada kepastian siapa yang akan menjalankan.
The Goals of BUMDES : Profit
Terakhir, mari berbicara sebuah Goals (capaian akhir) dari mengapa didirikan BUMDES. Diakui atau tidak maka akhir dari sebuah perjuangan BUMDES sebelum ditutup dengan terwujudnya sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa (sesuai cita-cita yang termaktub dalam UU Desa) adalah : Profit (Keuntungan) usaha. Tanpa mengindahkan fungsi sosial bisnisnya, BUMDES mau tidak mau dalam kinerjanya harus bisa menghasilkan keuntungan usaha yang signifikan.
Segala daya cipta mulai dari perencanaan pendirian (positioning sebagai Leading Sector), penyusunan Studi Kelayakan Bisnis (SKB) dan langkah-langkah bisnisnya harus dikerucutkan pada puncak piramida keuntungan usaha.
Dimulai dari penentuan personel pengelola BUMDES haruslah mereka-mereka yang berjiwa wirausaha dan memiliki basic sebagai pelaku usaha. Forum Musdes pemilihan pengurus BUMDES tidak sekedar untuk menghitung dukungan suara calon pengurus namun memilih calon pengurus yang terkriteria.
Memilih jenis usaha yang akan dikerjakan dengan melihat hasil SKB pada konsen apa usaha yang benar-benar menguntungkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kemudian setelah dipilih jenis usaha yang akan dijalankan, maka dalam menentukan kebijakan usaha dan penetrasi-penetrasi pasar seyogyanya menganut salah satu prinsip ekonomi yang sudah pakem yaitu : “Dengan biaya serendah-rendahnya untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya”. Dengan prinsip ini, maka sudah pasti pengelolaan BUMDES akan “terimbas” menjadi sangat ketat bahkan dibilang pelit bisa jadi. Itu bukan suatu masalah, karena fokus BUMDES adalah bisnis menghasilkan keuntungan bukan mengikuti apa kata orang.
Sebagai contoh, menurut hemat penulis terkait jenis usaha yang layak dipilih BUMDES, utamanya yang tidak memiliki sumber daya alam untuk dibangun usaha wisata adalah usaha Toko Bangunan. Tiap tahunnya pasca adanya Dana Desa, dari APBDES saja terhampar ratusan juta proyek pembangunan infrastruktur (jalan, TPT, jembatan, gedung dll) yang dapat dijadikan target pengadaan barang/jasa oleh BUMDES. Dengan riwayat “nasab” sebagai “anak kandung” Pemerintah Desa dan dipoles dengan pendekatan tawar menawar produk yang apik dengan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa akan menghasilkan sebuah Deal proyek bisnis yang nyata dan menguntungkan. BUMDES adalah ibarat perusahaam “Plat Merah” nya Pemerintah Desa.
Dari “proyek” APBDES desa sendiri saja rata-rata tidak kurang dari 400 jutaan pekerjaan infrastruktur dengan komponen belanja barang/material rata-rata dikisaran 80%. Artinya ada sekitar omzet 320 jutaan belanja barang/material yang bisa diraup BUMDES tiap tahunnya yang akan menghasilkan keuntungan kotor pada angka 5-10% nya yaitu sekitar 16-32 jutaan. Dengan mengurangi biaya operasional pengadaannya pada kisaran 30%, maka dihasilkan keuntungan bersih sekitar 11,2-22,4 jutaan/tahun. Ditambah dengan hasil keuntungan dari menjual ke konsumen lain tentu akan menghasilkan penambahan keuntungan Toko yang makin besar per tahunnya yang bisa didistribusikan untuk menopang biaya-biaya umum lainnya secara kelembagaan BUMDES dan kontribusi bagi hasil yang signifikan ke Pemodal.
Dengan keuntungan yang maksimal, maka perusahaan menjadi sehat, berbagi ke pemodal lebih signifikan, rangkaian jejaring usaha (utamanya pelaku usaha lokal desa) yang terkonsolidasi juga tersejahterakan. Muaranya adalah kontribusi ke Pendapatan Asli Desa (PAD) akan maksimal digunakan untuk program-program membangun kesejahteraan masyarakat desa.
*penulis adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kab Malang Jatim
1https://news.detik.com/pemilu/d-6695674/kejagung-tetapkan-dirut-waskita-karya-tersangka-kasus-dugaan-korupsi
2https://www.beritasatu.com/nasional/1035300/disebut-tak-berwenang-mahfud-bacakan-dalil-berbahasa-arab-dan-latin-ke-komisi-iii-dpr
3Kasmir, Kewirausahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2016), hal. 85