Prabowo 32,7 %, AMIN 30,2 %, Ganjar 28,7 %, Labsospol Merdesa Prediksi Pilpres 2024 Ketat
merdesanews.com 23/09/2023 0
MERDESANEWS.COM. Laboratorium Sosial Politik (Labsospol) Merdesa, sebuah lembaga kajian yang berpusat di Malang, Jawa Timur merilis hasil analisa untuk memprediksi hasil Pilpres 2024 mendatang. Adapun analisa dilakukan dengan berbagai pisau analisa berbasis data riil statistik kepemiluan.
Direktur Labsospol Merdesa, Dnadyaksa T dalam rilisnya menyatakan (minus PSI, PKN dan Partai Buruh) bahwa pada akhirnya Pilpres diprediksi dalam 2 putaran jika Paslon yang sekarang muncul adalah Anies-Muhaimin (AMIN), Ganjar, Prabowo. Dan diprediksikan yang akan lanjut running ke putaran kedua adalah Paslon AMIN Vs Prabowo.
” Prediksi yang kami buat adalah fokus pada hasil analisa statistik hasil Pileg & Pilpres 2019 yang diolah dengan berbagai faktor penentu yang tersaji dalam tabel-tabel analisa kami dan juga kajian & analisa pemilu ke pemilu (2009 s.d 2019). Publik bisa membaca dengan seksama baik dijadikan pembacaan modal kekuatan suara hingga perkiraan hasil akhir perolehan suara. Prediksi-prediksi ini masih mungkin bergeser mengingat Prabowo dan Ganjar masih belum memiliki Cawapresnya. Begitu muncul Cawapres fix (Ganjar & Prabowo) maka kita akan mengkaji kembali, bisa menjadi faktor penguat bisa pula sebaliknya. Hari ini kita rilis untuk bulan September 2023, kedepannya akan terus diupdate″, Ujar pria yang akrab dipanggil Dana ini.

Dana juga menyatakan bahwa sebagai sebuah “laboratorium”, Labsospol Merdesa tidak pernah menggunakan metode survey dalam membuat prediksi-prediksi. Namun lebih mengutamakan pijakan data statistik untuk lebih mendekati pada hasil riil nantinya mengingat tren statistik pemilu dari waktu ke waktu bisa dianalisa.
Prediksi Fenomena Pilpres 2024 ; Adu Kekuatan Mesin Suara Parpol Pendukung
Dari berbagai analisa & analisa Pilpres 2024 (tersaji di bagian bawah) dan melihat peta konsolidasi demokrasi yang makin terkutub dan minimnya ruang gerak antitesa-antitesa tokoh maupun rezim, maka diprediksi fenomena di Pilpres 2024 mendatang hampir dikatakan tidak akan mungkin terjadi lagi X-Factor, yaitu faktor-faktor booming-booming elektoral sebagaimana kejadian di Pipres 2004 dan 2014 lalu. Dua periode pemerintahan Jokowi sudah cukup dianggap mumpuni dan dianggap berakhir “Happy Ending” menjadi sulit memunculkan gerakan antitesanya. Diawal-awal memang muncul fenomena manuver Surya Paloh dengan Nasdemnya mencoba memunculkan sosok Anies Baswedan sebagai X-Factor antitesa Jokowi untuk mengusung perubahan. Namun seiring waktu, terjadi pergeseran setelah mengkalkulasi mesin parpol pendukung (Nasdem, PKS, Demokrat) diperkirakan tidak cukup tangkas mengusung gesekan keras ide perubahan. Dan akhirnya terkoreksi saat Demokrat mundur dari Koalisi Perubahan (kemudian berpindah ke kubu Prabowo, dan ditutup dengan memasukkan PKB ke dalam Koalisi dengan Muhaimin Iskandar menjadi Cawapres Anies. Koalisi yang banyak digenderangi oleh Surya Paloh ini sangat menghitung potensi fenomena yang akan terjadi di 2024, sehingga sangat jitu dengan menggaet PKB-Muhaimin untuk menjamin mesin suara benar-benar mengcover target kemenangan.
Sehingga dengan peta Capres yang tersaji sekarang : AMIN (Koalisi Nasdem, PKS, PKB, Partai Ummat), GANJAR (Koalisi PDIP,Hanura,PPP, Perindo), dan PRABOWO (Koalisi “gemuk” Gerindra, Golkar, PAN, PBB, PSI, Gelora, Garuda, Demokrat), maka fenomena di Pilpres 2024 akan tersaji lebih kepada adu gagasan, tawaran dan tentunya akan dipengaruhi mayoritas oleh kontribusi suara Parpol pendukung yang termanifestasi pada peta suara hasil Pileg 2024 nantinya. Adu mesin suara parpol pendukung akan menjadi faktor penentu di Pilpres 2024, sehingga analisa potensi raihan suara masing-masing suara Parpol harus jeli dibaca dengan melihat tren peta raihan Pileg dari pemilu ke pemilu sebagai modal memprediksi di 2024. Baik peta dominasi suara antar parpol di masing-masing wilayah maupun tren stabilitas suara parpol dilihat dari paling tidak dari 2 kali gelaran Pemilu 2024 & 2019. Pada akhirnya, fenomena konstelasi Pilpres 2024 nantinya diperkirakan akan mirip dengan Pilpres 2019, dengan X-Factor yang tidak terlalu muncul.

Tabel diatas menyajikan modal potensi suara parpol koalisi Capres yang mungkin dapat dijadikan pijakan menakar kekuatan dan peluang kemenangan berdasar basis perolehan suara parpol di Pileg 2019.
Koalisi Capres Prabowo memiliki tingkat modal suara Parpol pendukung tertinggi pada angka 54 Jutaan mengingat ada 7 parpol telah menyatakan bergabung di dalamnya. Namun demikian suara PAN dan Partai Gelora masih menjadi prediksi, dimana suara PAN di 2019 dimungkin terkoreksi besar oleh kehadiran Partai Ummat sebagai “pecahannya”, dan suara Partai Gelora diprediksi diraup dari pecahan suara PKS. Pada titik ini, potensi suara PAN dan PKS akan terdefisit.
Koalisi Capres-Cawapres AMIN berada di rangking kedua dengan mesin politik parpol pendukungnya memiliki modal suara 40 Jutaan dengan prediksi kontribusi partai baru (Partai Ummat) pada kisaran 4,2 Jutaan. Sebagai pecahan dari PAN, kontribusi suara Partai Ummat bisa diprediksikan mengingat potensi suara bisa dirumuskan dari existing suara PAN dan ceruk basis Ormas Muhammadiyah.
Berikutnya menempel ketat Koalisi Capres-Cawapres AMIN adalah Koalisi Capres Ganjar berada diurutan ketiga dengan modal suara parpol pendukung pada angka 39 Jutaan. Koalisi Capres Ganjar mayoritas hanya mengandalkan modal suara dari PDIP. Jika prediksi di Pilpres 2024 sangat minim X-Factor pengatrol suara dari suara non-parpol, maka modal suara tidak akan berpotensi bertambah signifikan.

Final prediksi hasil Pilpres 2024 mendatang, maka Capres Prabowo menempati rangking pertama dengan perolehan 32,7% atau 55.713.099 suara pemilih, disusul Capres-Cawapres AMIN dengan 30,2% dengan raihan 51.356.618 suara dan Capres Ganjar dengan perolehan 28,7% atau 48.801.010 suara pemilih.
Data diolah dan dirumuskan dari hasil Pileg 2019, menyisakan potensi suara Swing Voters PSI 2.717.197 suara & sejumlah 3.256.744 suara yang berpotensi terdistribusi ke Partai baru : PKN,Partai Buruh dan potensi swing person. Secara total masih ada sekitar 14 Jutaan Swing Voters yang masih belum bisa diprediksi.
Analisa Pilpres 2024 diatas juga menganalisa faktor pendegradasi & pengatrol suara kontribusi akibat dari potensi perpecahan internal parpol & Timses Independen (Projo, Prabu dll) dan tren kepemiluan. Berdasar kajian stabilitas suara parpol di kepemiluan, beberapa parpol pengusung di koalisi Capres Prabowo dimungkinkan paling besar memiliki potensi perpecahan suara di Grassroot. Sebagai salah satu analisa di koalisi ini dukungan suara Golkar dimungkinkan tidak akan 100% dari potensi raihan suara Golkar karena tren kontribusi suara partai tidak terkonversi maksimal terhadap suara Capres yang didukung. Di koalisi Ganjar ada faktor PPP yang juga dimungkinkan modal potensi suara PPP tidak akan maksimal 100% dikonversi menjadi suara Capresnya. Sedangkan daya dukung modal potensi suara parpol pendukung AMIN relatif kuat jika dilihat dari tren pemilu, sehingga dimungkinkan suara parpol pendukung akan terkonversi maksimal menjadi suara Capresnya. Kajian juga dilakukan dengan memperhitungkan kekuatan mesin partai dalam meraup swing voters (segmen voters perkotaan, intelektual, pemilih pemula dll). Data Pemilu 2014 menjadi pembanding untuk tambahan analisa degradasi suara dan booming X-Factor Jokowi.
Sedangkan potensi peta persebaran raupan suara per wilayah Pilpres 2024 disajikan dalam tabel dibawah ini :

Prediksi penguasaan perolehan suara Capres berbasis wilayah besar di ceruk DPT Pemilu 2024, maka Koalisi Prabowo bakal menguasai wilayah Banten-Jabar dengan raupan 39,1% ditempel ketat AMIN pada raihan suara 29,1%. Koalisi Prabowo juga bakal merajai wilayah Aceh-Sumatera dengan raihan 38,0% disusul koalisi AMIN dengan raihan 29,3%. Berikutnya di wilayah Jatim, koalisi AMIN diprediksi merajai dengan dukungan basis PKB-nya dengan raihan 35,3%. Koalisi Prabowo dan Ganjar berbagi angka raihan pada kisaran 28%-an. Di basis suara besar terakhir adalah Jateng-Jogja yang merupakan basis utama Ganjar akan meraup 39,2%, disusul koalisi AMIN dengan raihan 28,0%. Tidak bisa dipungkiri bahwa analisa raihan di wilayah dengan jumlah DPT terbesar di 4 wilayah diatas akan sangat menentukan karena jika ditotal 73,3% pemilih dalam DPT Pemilu 2024 berada disana.
————————————————————————————————————–
KAJIAN & ANALISA PILPRES 2024
Analisa dan prediksi diatas tidak serta merta muncul begitu saja, berbagai dasar kajian oleh Labsospol Merdesa dilakukan dengan berbagai pisau analisa. Berikut adalah bahan kajian pendukung prediksi Pilpres 2024 diatas yang dirangkum dari kajian & analisa statistik kepemiluan sebagai bahan pembacaan :
1. Pemilu 2014 & 2019 ; Pengaruh X-Factor & Anomali Perolehan Capres VS Suara Parpol Pendukung
Secara total hasil suara parpol Pileg 2014 menghasilkan 124.983.474 suara pemilih yang berbanding tidak linier dengan hasil suara total Pilpres 133.574.277 suara (Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta). Demikian juga dalam Pileg 2019 terdata 135.974.000 suara pemilih berbanding tidak linier dengan hasil total suara Pilpres 154.257.601 suara (Jokowi-Ma’ruf vs Prabowo-Sandi).

Dalam Pilpres 2014 juga menunjukkan sebuah analisa X-Factor “Jokowi Effect” yang mampu mendongkrak besar pada angka raupan paslon Jokowi-JK pada 70.997.833 suara berbanding total raihan suara parpol pendukung yang hanya di angka 51.117.086. Hal tersebut asimetris dengan raihan suara Prabowo-Hatta sejumlah 62.576.444 yang terdegradasi berbanding tidak lurus dari modal raihan suara parpol pendukung yang sejumlah 73.866.388 suara. Tentu pembacaannya adalah tidak maksimalnya mesin parpol pendukung bahkan adanya perpecahan internal.
Catatannya pada Pilpres 2014 adalah adanya faktor personalisasi “Jokowi Effect” sebagai antitesa pemerintahan sebelumnya (SBY) seolah mengulang kejadian pada Pilpres 2004 dimana faktor “SBY Effect” fenomenal sebagai antitesa Pemerintahan Megawati. Hal demikian tidak terjadi kembali pada Pilpres 2019, dimana konsolidasi politik terjadi pada periode kedua Jokowi sehingga fenomena X-Factor bersifat personalisasi paslon tergerus. Pada akhirnya X-Factor berganti faktor-faktor adu gagasan, ide, evaluasi, tawaran “lanjutkan pemerintahan (Jokowi)” vs “gagasan perubahan” tersaji. Meskipun pada akhirnya “gagasan perubahan yang diusung kubu Prabowo-Sandi terasa “hambar” dan gagal menang meski ditopang gerakan politik identitas (gerakan “Islam Kanan”) untuk menggerus personalisasi Jokowi saat itu.
Di Pemilu 2019, secara sederhana analisa kenaikan hasil Pileg pada angka 9 Jutaan suara adalah faktor munculnya partai baru di 2019, sedangkan peningkatan hasil Pilpres karena faktor kuatnya konsolidasi 2 kubu koalisi yang mampu mendongkrak basis-basis swing voters, timses independen dan kerasnya geliat isu-isu populer (politik identitas, agama dll). Sehingga secara basis dasar statistik kekuatan dan konstelasi daya suara Parpol relatif berkutat stabil pada angka-angka psikologis tertentu.
Kesimpulannya adalah di kedua gelaran pemilu 2014 & 2019 adanya X-Factor personalisasi “Jokowi Effect” (2014) dan gelombang penggalangan kekuatan-kekuatan suara non-parpol (kelompok identitas, timses independen) di tahun 2019 menjadi kunci mengerek suara-suara Capres. Pada titik ini, koalisi Ganjar yang dikomandoi PDIP diprediksikan akan kehilangan potensi “Jokowi-Effect” seperti Pilpres sebelumnya, yang hingga saat ini kecenderungan barisan pendukung Jokowi lebih mengarah kepada koalisi Prabowo.
2. Analisa Tren Basis Wilayah Hasil Pileg 2014 & 2019 ; Daya Stabilitas Suara Parpol Koalisi AMIN Kokoh
Dua kali Penyelenggaraan Pemilu terakhir (2014, 2019) dan nantinya 2024 menampilkan data statistik pemilu yang relatif stabil. Dari sisi Parpol nasional (non-Aceh) peserta Pileg selama 3 periode tersebut diikuti 11 Parpol “langganan” yaitu Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB dan ditambah PKPI yang kemudian tidak lolos menjadi peserta di Pemilu 2024. Di 2019 muncul Garuda, Berkarya, Perindo, PSI, yang mana Berkarya akhirnya tidak lolos di 2024 tergantikan oleh wajah baru yaitu Partai Buruh, Gelora (pecahan dari PKS), Partai Ummat (pecahan dari PAN), dan PKN.
Berikut kami sajikan data tren perolehan suara Parpol pada Pemilu 2014 & 2019 dipetakan berdasar wilayah gabungan provinsi yang memiliki kemiripan kultur budaya dan konstituen :

Melihat data diatas maka kita bisa membaca tren persebaran dan stabilitas suara parpol berbasis wilayah. Jika dikonversi pada koalisi pendukung capres, maka stabilitas parpol koalisi AMIN ( Nasdem-PKB-PKS) cukup kokoh bahkan cenderung meningkat signifikan dari pileg 2014 ke 2019. Berbeda dengan kubu Koalisi Prabowo ( Gerindra-PAN-Golkar-PBB-Garuda-Demokrat) yang mayoritas mengalami degradasi suara dari Pileg 2014 ke 2019, hanya Gerindra yang lumayan stabil kecuali hasil di wilayah Jateng-Jogja yang mengalami degradasi. Sementara kubu parpol koalisi Ganjar ( PDIP-PPP-Hanura-Perindo) yang cukup moderat karena ditopang kestabilan suara PDIP (minus wilayah Banten-Jabar yang mengalami degradasi). PPP dan Hanura mengalami degradasi besar-besaran.
Kubu AMIN pantas jumawa dengan modal stabilitas suara Parpol pendukungnya, sementara kubu Ganjar dan Prabowo butuh effort lebih menjaga barisan parpol pendukungnya agar stabil. Sehingga faktor kepastian modal dukungan suara parpol koalisi kubu Ganjar dan Prabowo masih sulit diprediksi bisa maksimal menopang Capresnya.
3. Tren Partisipasi Pemilih, DPT, dan Lumbung Suara Besar Penentu
Sebagai bahan analisa untuk memperkaya prediksi-prediksi maka penting menengok tren partisipasi pemilih, ceruk suara yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dan wilayah-wilayah lumbung penentu suara.

Jika kita amati dari tabel diatas maka mulai jumlah partisipasi pemilih mulai pemilu (Pileg & Pilpres) 2009 s.d 2019 meningkat dari pemilu ke pemilu. Hingga pada akhirnya di pemilu 2019 KPU berhasil menembus angka psikologis partisipasi pemilih di angka 81% lebih baik Pileg maupun Pilpres. Labsospol Merdesa membuat prediksi bahwa angka tersebut akan cukup stabil dengan melihat kondisi perkembangan demokrasi Indonesia yang makin solid dan peta potensi kekuatan parpol-parpol yang ada. Sehingga kami berani memprediksi di 2024 dengan kenaikan partisipasi pemilih dari Pemilu 2019 pada angka moderat di Pileg yaitu 8,1% dan 7,7% di Pilpres pada angka partisipasi 83,1%. Sehingga berbasil modal suara total parpol di 2019 sejumlah 157 jutaan dan diprediksi di 2024 menjadi 170 jutaan maka ada sekitar 12 jutaan potensi suara swing voters (baik kontribusi kehadiran partai baru dan swing person) yang bisa dijadikan lumbung perebutan tambahan suara masing-masing parpol.

Tabel peta pemilih di Pileg 2019 (mencoblos) menjadi bahan analisa bahwa lumbung suara Pemilu sejatinya berkutat pada wilayah pulau sumatera dan jawa (77,2%) atau 106.394.513 suara. Dengan rincian di 4 besar wilayah partisipasi pemilih di Pileg 2019 maka :
- 21,4 % atau 29.488.828 pemilih di wilayah Banten-Jabar
- 19,9% atau 27.377.984 pemilih di wilayah Aceh-Sumatera
- 15,8% atau 21.741.722 pemilih di wilayah Jatim
- 15,4% atau 21.220.460 pemilih di wilayah Jateng-Jogja.
Adapun di wilayah Indonesia Timur (sulawesi, kalimantan, bali-nusa,maluku-papua) jika ditotal hanya menyuplai pemilih pada angka 22,2% atau 30.647.252 dan Luar Negeri pada angka 0,5% atau 740.431 pemilih. Besarnya coverage pemilih di wilayah pulau Jawa (57,3%) menunjukkan bahwa setengah lebih suara pemilih dihasilkan dari wilayah ini (Banten-Jabar, Jatim, jateng-Jogja, Jakarta). Hal ini terbukti dengan raihan suara 8 besar Parpol (Big 8) dimana 6 besar parpol 52-62% dikontribusikan dari ceruk pemilih di basis pulau Jawa.


Sementara itu dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang telah dirilis KPU, bisa kita lihat dalam tabel. KPU menetapkan sejumlah 204.807.222 pemilih dalam DPT Pemilu 2024, dan 56,3% atau 115.373.669 suara adalah pemilih di pulau Jawa. 21% atau 43.021.576 pemilih berada di Aceh-Sumatera, 21,8% atau 44.661.503 pemilih di Indonesia Timur dan 0,9% atau 1.750.474 pemilih Luar Negeri.
Mengulang kembali persebaran pemilih dari pemilu ke pemilu maka Pulau Jawa menduduki peringkat pertama ceruk suara yang penting dijadikan konsentrasi parpol. Maka pertarungan perebutan suara di pulau Jawa kembali akan menjadi penentu hasil akhir Pilpres 2024.[redfero]
