“Kontroversi” Boleh/Tidak Penyertaan Modal Desa untuk membayar Gaji dan/Tunjangan Pengelola BUMDES

Oleh : Catur Agung W*
Berawal dari sedikit keluhan yang sempat kami rekam ketika menanyakan kepada beberapa pengurus & pengawas BUMDES dampingan terkait ketidak-keseriusan dan ketidak-keaktifannya adalah dikarenakan juga minimnya kesejahteraan yang diperoleh mereka. Hal ini sangat tidak baik bagi iklim usaha BUMDES karena kesejahteraan pengurus adalah pilar penting yang akan menjadikan jatuh-tidaknya usaha BUMDES. Mayoritas mengeluhkan “dilarangnya” penggunaan penyertaan modal oleh Pemerintah Desa untuk membayar Gaji dan/ tunjangan mereka. Penulis begitu mendengar hal tersebut langsung sedikit tertawa ringan namun juga berfikir keras karena (saya sebut) “kontroversi” masalah ini terus bergulir dan menurut mereka tanpa ada kejelasan. Mengapa hal itu masih terus terjadi disaat berulangkali kami sebagai pendamping desa sudah menjawabnya dengan arahan untuk membaca kembali semua produk hukum peraturan yang mengatur tentang BUMDES.
Beberapa peraturan yang bisa menjadi rujukan menjawab hal tersebut seharusnya didalami benar-benar dan diyakini, diantaranya :
- UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, di pasal 87-90
- Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2021 tentang BUMDES, di pasal 33, 35 terkait gaji dan tunjangan dan pasal 41-42 terkait penggunaan penyertaan modal
- Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran BUMDES
- Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkatan, Pembinaan Dan Pengembangan, Dan Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama, yang dilampiri juga contoh format Perdes pendirian, AD dan ART yang memuat klausul-klausul terkait gaji, tunjangan dan penyertaan modal
Dari sekian peraturan diatas, ADAKAH pasal yang melarang Penyertaan Modal BUMDES (baik dari Pemerintah dan maupun Pemodal lain) digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan pengelola BUMDES ? jawabnya tidak ada. Memakai istilah hukum yang diutarakan oleh satu pakar hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli, tidak ada sesuatu yang dilarang sampai ada undang-undang ada terlebih dahulu”1. Jadi, klausul pelarangan dalam sebuah peraturan mesti disebut secara tertulis dalam pasal, bukan sekedar menafsirkan. Selain hal diatas, hal yang terlarang juga berlaku dengan adanya kaidah “Pembatasan” (limitation), yaitu apabila ada pasal yang mengatur hal tertentu dengan menyebutkan rincian tertentu, misal ada pasal menyebutkan bahwa “Jenis sumber penghasilan Kepala Desa adalah : a. Penghasilan tetap ; b. Tunjangan Kepala Desa ; c. Tambahan Tunjangan, maka otomatis penghasilan selain jenis disebut diatas menjadi tidak sah diperoleh. Begitulah kaidah hukum yang penulis juga dapatkan saat menimba ilmu di Fakultas Hukum.
Jika kita dalami dari sekian peraturan diatas, utamanya dalam PP Nomor 11 tahun 2021 jelas disana bisa menjawab “kontroversi” tersebut.
Pada pasal 33 disebut bahwa gaji dan tunjangan penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas diatur penjabaran dan perinciannya dalam AD dan/atau ART BUMDES/BUMDESMA (ayat 1). Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kemampuan BUMDES/BUMDESMA bersama serta dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan (ayat 2).
Pada pasal 35 disebut bahwa Pegawai BUMDES/BUMDESMA memperoleh penghasilan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan, tanggung jawab, dan kinerja (ayat 1). Penghasilan pegawai BUMDES/BUMDESMA meliputi : gaji dan/ tunjangan dan manfaat lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan BUMDES/BUMDESMA (ayat 2).
Berikutnya pasal 41 disebutkan bahwa Penyertaan modal Desa dan/ masyarakat Desa dapat dilakukan untuk : modal awal pendirian BUMDES/BUMDESMA (ayat 1) dan/ penambahan modal BUMDES/BUMDESMA (ayat 2).
Ditutup dengan pasal 42 yang menyebutkan Penyertaan modal Desa dan/ masyarakat Desa untuk penambahan modal BUMDES/BUMDESMA digunakan untuk : pengembangan kegiatan Usaha dan/ Unit Usaha BUMDES/BUMDESMA (poin a), penguatan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha (poin b), penugasan Desa kepada BUMDES/BUMDESMA untuk melaksanakan kegiatan tertentu (poin c).
Kaitan dengan pasal 42 ini, terkait penyertaan modal desa dan/ masyarakat desa untuk penambahan modal maka kita harus tarik kembali tentang definisi dan penggunaan modal usaha dalam konteks bisnis. Menurut Kasmir (2006), terdapat beberapa jenis modal yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha, yaitu : Modal investasi dan Modal kerja. Modal investasi digunakan untuk jangka panjang dan dapat digunakan berulang-ulang. Penggunaan utama modal investasi jangka panjang adalah untuk membeli aktiva tetap, seperti tanah, bangunan atau gedung, mesin-mesin, peralatan, kendaraan, serta inventaris lainnya. Sedangkan modal kerja digunakan untuk jangka pendek dan beberapa kali dalam satu proses produksi. Jangka waktu modal kerja biasanya tidak lebih dari satu tahun. Modal kerja digunakan untuk keperluan membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, dan biaya pemeliharaan serta biaya-biaya lainnya2.
Jadi, penggunaan penyertaan modal di pasal 41 yang untuk modal awal pendirian maupun pasal 42 untuk penambahan modal (untuk pengembangan usaha, penguatan modal & peningkatan kapasitas usaha, penugasan desa), didalamnya pasti ada unsur biaya usaha yang timbul. Komponen biaya usaha (termasuk didalamnya gaji dan/tunjangan atau biaya lainnya) yang timbul dari sebuah perhitungan usaha maka sah menjadi teranggarkan dalam keuangan BUMDES dari sumber modal manapun kecuali ada larangan khusus dari sebuah peraturan.
Kesimpulannya, jadi penggunaan penyertaan modal desa sebagai bagian dari kesatuan modal usaha untuk membayarkan Gaji dan/Tunjangan pengelola BUMDES adalah sah dianggarkan karena tidak ada pasal secara eksplisit melarangnya dan juga tidak keluar dari koridor dari fungsi penggunaan modal. Kiranya penjelasan diatas cukup menjawab “kontroversi” yang terjadi. Jadi hemat penulis, kembalilah kepada aturan yang ada, jangan melanggar aturan atau menambah aturan sendiri. Akhiri berpolemik sampai disini.
Permasalahan ini adalah krusial, karena berkaitan dengan pengelola yang akan menjalankan roda bisnis BUMDES. Hak atas gaji dan/ tunjangan mereka harus di fix kan, karena selain sebagai imbal balik atas kinerja juga hal tersebut menjadi komponen kajian dalam SKB. Pemberian gaji dan/ tunjangan yang layak kepada pengelola BUMDES adalah syarat lembaga usaha yang profesional. Percuma kita berbicara jauh BUMDES akan melakukan bisnis bla bla bla, tapi tidak ada kepastian siapa yang akan menjalankan.

*Penulis adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kab Malang Jatim
1https://www.beritasatu.com/nasional/1035300/disebut-tak-berwenang-mahfud-bacakan-dalil-berbahasa-arab-dan-latin-ke-komisi-iii-dpr
2Kasmir, Kewirausahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2016), hal. 85
Bagus ulasannya, sharusnya pndamping desa begini mmberi pencerahan ke desa. Tidak asal melarang2 tpi tdk brdasar peraturan yg sahih